Hijrahku Membawaku Kepada-Nya
Oleh: Shanti Pony Rahayu
Ada
sesuatu hal yang perlu kamu ketahui. Tentang kehidupan ini. Tentang kemana
setelah kehidupan ini. Dan ini telah aku alami sendiri sebelum kamu
meninggalkanku. Dan aku harap, kamupun merasakan hal yang sama sepertiku.
Namaku
Ayu, berusia 18 tahun. Aku terlahir dengan sempurna. Ayahku adalah kepala
sekolah dari SDN 3 Jakarta, sedang Ibuku, ia adalah seorang penyanyi terkenal
diseluruh Indonesia. Hidupku bisa dibilang nyaman,tentram. Apa-apa tinggal
minta keorang tua. Aku memiliki abang yang sangat baik. Ya.., namanya Ilham.
Tetapi kondisinya saat ini sedang kritis, karena ia kecelakaan. Sampai sekarang
ia belum sadar dari komanya itu. Sifatku ini mungkin tidak lah baik seperti
bang Ilham. Namun aku anak yang supel,
gaul, dan juga mungkin sedikit ngeyel.
Dan aku sudah menjadi mahasiswa di salah satu perguruan negri di Jakarta.
***
senin, 14 maret, dipagi
hari.
Aku pergi berangkat kuliah dari rumahku. Seperti biasa,
yang tampak dirumah hanyalah bibik (pembantu), dan sarapan pagi dirumah. Aku
bertanya pada bibik,
“bik.., mama kemana pagi ini ?”
“anu non. Nyonya pergi
ke Bandung . Katanya ada job nyanyi yang didatangi para artis luar negri itu non.” Jawab bibiknya sambil berdiri
tanpa duduk.
“oh. Kalau Papa ? kemana bik katanya ?” tanyaku lagi sambil
mengoleskan selai nanas ke atas roti.
“kalau bapak dari semalam di Rumah sakit menjaga Den
Ilham non..” jawab lagi bibik, sambil
berdiri juga.
“mereka ada nitip uang jajan gitu bik untuk aku ?”
tanyaku lagi sambil makan roti dimeja makan .
“maaf non, kata
Bapak, kalau perlu uang saku non disuruh
langsung ke rumah sakit nemuin bapak”. Jawab bibik tersebut masih tanpa merubah
posisinya. Aku ngedumel dalam hati,
“kenapa harus kesana ? sudah tahu aku mau kuliah. Bikin repot saja bang Ilham”.
Akupun langsung bergegas pergi kerumah sakit untuk menemui Papa dengan
menggunakan mobil sport dengan
kecepatan 60km. sesampai disana, pukul 07.03 Menit, aku langsung menemui Papa.
Tanpa panjang lebar aku hanya minta uang saku ku pada papa karena 07.30 aku
akan memasuki kuliah ku yang pertama.
“pa.., mana uang saku ku ? sebentar lagi aku masuk
kuliah. Buruan pa..!!” nadaku yang begitu terburu-buru lantaran ingin
cepat-cepat pergi kuliah.
“sayang, kamu bisa jagain
abangmu sebentar saja ? papa ada urusan sama guru disekolah pagi ini. Hari
ini kamu tidak usah kuliah dulu bisa tidak ? karena ini urusan yang sangat
penting dan tidak bisa ditunda lagi”. Jawab papaku yang meminta tolong padaku
untuk bergiliran menjaga bang Ilham. Aku dengan cepat merubah wajah ku dari yang
terburu-buru menjadi marah dan kesal. Dan, aku berkata,
“apa pa ? pa, aku ini kuliah. Ini bentar lagi sudah masuk
kelas. Nanti kalau nilaiku jelek bagaimana ? bisa mati aku ditertawakan satu
kampus . pa.., dosen ini sangat killer pa.
please pa . jangan bercanda. Pokoknya
sekarang aku minta uang saku ku. Karena aku mau masuk nih pa ..!!” nadaku yang terus-menerus memaksa untuk minta uang
saku .
“sayang, tolong papa ya. Kasian abang kamu nak. Ia tidak
ada yang menjaganya . tolonglah , kali ini saja bantu jaga bang Ilham ya.”
Dengan nada memohon agar aku mau menjaga bang Ilham dan tidak kuliah pada hari
ini. Namun hati ini sangatlah keras dan bersihkukuh untuk tetap kuliah. Dan
akhirnya, aku berkata dengan nada yang sangat tidak sopan,
“pa !! papa ternyata lebih sayang kepada bang Ilham
dibandingkan aku . aku yang mau kuliah pa, mencari ilmu untuk masa depanku
nanti. Kenapa papa melarang ku mencari ilmu ? apa karena bang Ilham sakit,
koma, sampai-sampai papa melarangku untuk kuliah ? pa, dengar ya pa ! aku tetap
bakalan kuliah, meski tanpa restu dari papa. Dan aku sudah tak perduli dengan
uang sakunya. Terserah papa mau memberikan atau tidak !” nadaku yang sangat
kencang, hingga mungkin semua mendengar perkataanku. Dan tanpa pamit kepada
papa, aku pergi meninggalkan ruangan bang ilham dan menuju ke mobil. Akupun
segera pergi kekampus.
***
Dijalan
tol, pukul 07.27.
“duh,
macet lagi. Sudah tahu mau kuliah.” Ngedumelku
sendiri tiada henti di dalam mobil . aku juga sambil menklakson mobil agar segera cepat untuk
bergerak. Tak lama pun doa ku terkabulkan. Dan akhirnya kendaraan bisa bergerak
kembali seperti biasanya. Diperjalanan, hatiku masih sangat jengkel dengan
papa. Dan tak tahu kenapa mataku mulai tampak kabur. Hingga akhirnya, aku
kurang konsentrasi dalam berkendara mobil. Aku mencoba memaksakan diri untuk
tetap menyetir mobil. Hingga akhirnya, pukul 07.35 aku menabrak tiang listrik
diperempatan jalan. Aku tak tahu, apa yang sedang aku rasakan saat itu. Aku tak
tahu setelah itu apa yang terjadi. Aku juga tak tahu siapa saja yang menolong
ku saat itu. Yang aku tahu, aku sadar ketika aku sudah dirumah sakit di
Jakarta, dan aku melihat mama, papa yang begitu panic melihat ku. Akupun tak
tahu kenapa bisa berada di rumah sakit, bahkn aku sendiri saja bisa bergerak
seperti biasanya. Aku bisa berjalan, aku bisa berlari layaknya manusia normal.
Dan aku juga tidak ada sedikitpun luka-luka di wajah atau tubuh ini. Aku
mencoba menghampiri papa dan mama yang sedang duduk di kursi kecil layaknya sofa, dan aku memulai percakapan
terlebih dahulu,
“pa.., ma ., sudahlah. Jangan
bersedih lagi. Aku tidak kenapa-kenapa kok”. Dengan lemah lembut ku berkaata
seperti tadi. Namun aku melihat papa dan mama tidak merespon pembicaraanku
barusan. Aku sangat heran, kenapa mereka tidak merespon aku dari awal aku duduk
di samping mereka. Aku coba kembali berkata,
“pa.., ma., sudah . janganlah
menangis terus menerus. Aku minta maaf jika aku salah kepada papa dan mama”. Tetap
saja papa dan mama tak merespon ku. Aku mencoba ingin memeluk mamak di dekatku.
Dan mustahil, aku tak dapat menyentuh mereka . aku pun sempat heran. Berulang
kali aku mencoba untuk menyentuh, memegang, papa dan mama, ternyata tidak bisa.
Aku pun berkata,
“ini tak mungkin! Apa yang telah terjadi
padaku ? kenapa aku bisa seperti ini ?” mataku yang meneteskan air mata,
menyesal dengan apa yang telah aku lakukan ternyata tak dapat membuat merubah
kondisi yang ada. Aku pun berdiri, dan aku melihat badan ku, ragaku ternyata
berada di kasur rumah sakit dengan keadaan koma, seperti bang Ilham. Aku terus
menangisi kejadian ini, menyesali semua ini. Dan aku mencoba lari dari kamar
tersebut, tempat dimana ragaku berada. Aku menangis, berteriak, menangis, dan
mencoba untuk meluapkan hal ini kepada semuanya. Hingga aku tak menyadari,
ternyata aku berada disalah satu taman yang sangat jauh dari ragaku. Dan aku
sendiri. Aku menangis, aku menyesal, aku marah, semuanya campur aduk.
***
Sore,
18.08 petang
Aku tetap masih menangis, merasakan
hal yang baru saja terjadi itu ternyata adalah kenyataan. Aku merasa, aku telah
mati, aku dihukum oleh Tuhan, aku terkena hokum karma saat ini. Aku menangis
dengan tersedu-sedu, hingga tak lama kemudian, seseorang menadahkan tangannya
kemukaku yang ku tundukan karena menangis. Dan aku heran, kok bisa ada tangan
dihadapanku ? bukan kah orang tak dapat melihatku ? aku menghapus air mataku
dengan tanganku, dan aku menoleh dan ternyata dihadapanku adalah bang Ilham.
Aku sempat terkejut dan kaget hingga aku bangun dari tempat dudukku. Lalu, ia
berkata,
“kenapa kamu kaget ayu ? ini aku
bang ilham”. Sambil tersenyum menatap ku. Jujur aku masih sangat ketakutan, dan
heran, kenapa bisa ? bukan kah bang Ilham sedang kritis dan koma ? itu
pertanyaan yang muncul di kepalaku. Aku berkata,
“apa benar kamu bang ilham ?”
tanyaku yang masih tak percaya tentang hal ini. Dia yang mirip dengan bang
Ilham tersenyum kecil melihat aku yang ketakutan melihatnnya.
“iya adikku. Jangan takut. Aku tak
akan memakanmu”. Sedikit membuat lelucon agar aku percaya bahwa itu adalah bang
Ilham. Aku kembali bertanya,
“bukannya abang sakit ? abang kritis
kan ? koma kan ? dan kenapa abang bisa melihatku ?” tanyaku yang sangat
kebinggungan.
“kenapa abang tidak bisa melihat
adik abang ? kamu sendiri, kenapa bisa melihat abang ? “ jawab Ilham yang
menguatkan kalau dirinya benar Ilham. Dan aku berpikir, “oh iya ya”. Ilham
berkata,
“ini semua takdir Allah dek. Allah
ciptakan raga dan juga jiwa. Mungkin kita lihat, jasad dan tubuh kita terbaring
kaku di kasur rumah sakit, tetapi jiwa kita ternyata berada disini, dan Allah
mempertemukan kita. Alhamdulilah, Allah pertemukan kita kembali. Abang kira,
abang tak bakalan melihat adik bang tersayang ini. Meskipun menjengkelkan”.
Jawab Ilham yang sambil tersenyum kepada aku. Aku pun langung memeluknya ,
menangis dipelukannya, dan aku berkata,
“maafkan aku bang, aku tak tahu lagi
apa yang harus aku perbuat saat ini. Aku ingin sekali pulang ke ragaku bang.
Aku tahu aku salah, aku banyak melawan papa, mama, dan aku bahkan cemburu
karena papa lebih sayang dengan abang dari pada aku. Aku minta maaf bang atas
semua kesalahanku dengan abang.” Tangis ku tersedu-sedu mengingat dulu masa
lalunya. “bang, aku kecelakaan bang, saat aku marah dengan papa”. Sambung
pembicaraanku pada bang ilham.
“ iya , abang sudah tahu dek. Bahkan
abang melihat sendiri kejadiannya. Sudah jangan menangis terus. Insya Allah,
masih ada waktu untuk memperbaikinya .” jawab bang ilham yang menyemangatiku.
“terlambat bang!” jawabku yang
pesimis.
“kenapa terlambat ?” Tanya bang
ilham yang penuh keherannan.
“aku sudah mati bang. Mana mungkin
aku bisa memperbaiki semuanya seperti sedia kala”. Jawabku kepada bang ilham.
Bang ilham lalu berkata, “tidak ada yang tidak mungkin. Kamu pasti akan hidup
kembali ! asal, kamu janji akan merubah semuanya. Patuhi orang tua, pakai
jilbab syar’I, mengaji, shalat, kuliah, kamu pasti bisa menjadi wanita
sholeha.” Dengan tersenyum .
“seandainya waktu bisa diulang,
mungkin aku tak kan melakukan hal ini kepada keluarga kita.” Jawabku mengingat
hal yang telah terjadi.
“rambut diciptakan untuk menutup
masa lalu, sedang mata, diciptakan untuk menatap masa depan. Insya Allah, masa
lalu itu biarlah menjadi pembelajaran buat kita. Sekarang, kamu jangan putus
asa . oke”. Jawab bang ilham yang semakin menguatkan ku. Hingga saat itu ..
***
Pukul
19.07 (adzan isya berkumandang),
Aku dan bang ilham pun rasanya
tetarik oleh suara adzan yang sangat merdu itu. Dan saat itu juga, aku tak
merasakan apa-apa. Aku bahkan tak tahu apa yang terjadi setelah itu. Aku
kembali, membuka mata ku perlahan-lahan, dengan keadaan yang sedang terbujur
kaki, hidung yang ada oksigen, dan bagian jidat penuh luka-luka yang telah
diobati. Sementara itu, aku tak tahu juga apa yang terjadi pada bang Ilham.
Yang aku pikirkan saat itu adalah, “aku ada dimana ? mengapa aku berada disini
?”. dan mama, papa sangat senang ketika itu melihat aku telah bangun dari
siuman yang cukup lama. Beberapa suster dan satu orang dokter pun memeriksa
badan ku dengan menggunakan stetoskop ,
lalu ia berkata pada mama dan papa, “alhamdulilah, anak ibu sudah siuman, dan
keadaannya sudah membaik”. Papa dan mama berkata, “alhamdulilah ya Allah..”.
melihat wajahnya yang penuh ceria melihatku akupun sangat senang. Aku bertanya
pada mereka,
“ma, pa , aku dimana ?”
“kamu dirumah sakit sayang . tadi
pagi kamu kecelakaan. Alhamdulilah kamu sudah sadar”. Jawab mamaku dengan bahagia dan mencium jidat
ku dengan bibirnya yang indah itu. Tak lama kemudian, datang salah satu perawat
menghampiri dokter yang barusan memeriksaku. Dengan wajah panic perawat itu
berkata,
“gawat dokter, pasien di kamar 1001c
sedang dalam masa kritis”. Dan aku mendengar, serta mama dan papa mendengar.
Ternyata di kamar tersebut adalah ruang bang Ilham. Kami semua panic. Dokter
langsung segera meninggal kan ruanganku, serta papaku yang begitu mendengar
langsung pergi meninggalkan ruangannku. Aku pun sangat khawatir, dan mencoba
untuk bangun dari tempat tidurku. Mama menahan ku untuk tidak ikut keruang
abangku. Namun aku bersihkukuh untuk ingin melihat kondisi bang ilham saat itu.
Dan akhirnya aku diperbolehkan untuk pergi melihat bang ilham dengan menaiki
kursi roda. Aku diantar oleh kedua suster atau perawat serta mamaku.
***
Malam,
19.38
Sesampai aku didepan ruangannya bang
ilham, ternyata papa tidak masuk, lataran, dokter sedang mengambil tindakan.
Akupun menangis, papa, mamapun juga menangis. Aku mencoba berdo’a pada Allah,
agar ia dapat menyembuhkan bang Ilham, dan mengembalikan bang Ilham kepangkuan
kami. Air mata ini terus mengalir dipipi, bibir ini tiada berhenti untuk
mengucap, dan akhirnya, beberapa saat kemudian, dokter keluar dari ruangan bang
ilham. Dan…., dengan berat hati dokter berkata,
“kami sudah berusaha dengan maksimal
mungkin. Dan,,, anak bapak tidak dapat ditolong lagi”. Mendengar itu papa
langsung masuk ke ruang ilham, dan aku hanya menangis pilu, melihat, mendengar.
Aku tak mampu lagi menahan. Dan aku mencoba bangkit dari kursi roda dan masuk
keruangan bang ilham. Aku menangis, sangat menangis. Tangisan ini sangat pilu.
Papa, mama, serta aku tak percaya bang Ilham telah tiada. Dan aku memeluk
tubuhnya yang terbujur kaku itu. Menahan setiap sakit yang aku rasakan saat
ini. Dan satu hal yang aku katakana kepadanya didepan badan yang terbujur kaku
itu,
“abang benar bang. Tidak ada yang
tidak mungkin. Aku bisa hidup normal kembali, didunia ini. Abang benar bang.
Semua hal bisa diubah, asal kita mau berusaha dengan maksimal. Abang benar bang
! dan aku janji, aku akan berubah. Bukan karena janjiku pada abang, tetapi ini
perubahan ku karena aku ingin mendekatkan diriku, kepada penciptaku, yaitu
Allah. Aku janji sama abang, aku bakal jaga mama dan papa, jadi anak sholeha.
Aku janji bang !”. semenjak itu lah aku selalu kuat menghadapi cobaan apapun yang
terjadi. Melalui perantara bang Ilham lah aku bisa seperti saat ini, sarjana
Ilmu Adminitrasi Publik (S,AP), penulis buku, murobbi terhebat, dan ibu yang
kuat bagi anak-anakku saat ini. Terimakasih bang Ilham. Mungkin nyawa mu tak
tampak saat ini. Tapi abang selalu dihati adikmu ini bang. Karena hijrah ini
membawaku kembali kepadanya, kepada jalan kebenaran.
Anna
UhibbuFillah Fill Umrik J . Semoga Allah memasukanmu kedalam
syurganya. Aamiin …
No comments:
Post a Comment
BUDAYAKANLAH UNTUK MENULIS KOMENTAR